Berita Umum

Rumah Ditengah Tol Pejagan-Pemalang Ini Jadi Begitu Fenomenal Di Era Mudik

rumah di tengah tol
rumah-di-tengah-tol

Rumah di tengah tol, menjadi fenomena tersendiri di era mudik kali ini. Banyak yang penasaran dengan rumah ini sehingga disinyalir menambah kemacetan tol Pejagan-Pemalang yang kini baru dibangun sampai Brebes Timur. Ya, titik kemacetan, Bulakamba, yakni daerah tol Brebes menurut Ganjar Pranowo, pak Gubernur jateng disebabkan ada sebuah rumah yang berdiri di tengah proyek tol tersebut yang menarik baik para pemudiak untuk melihatnya, para pemudik penasaran dan melambatkan laju kendaraannya. Rumah milik Rojiun dan Darsiti dimana mereka enggan melepasnya lantaran terkendala persoalan ganti rugi, dan kini menjadi fenomenal di sela-sela kabar tentang mudik.

Ya, rumah itu kini banyak dibahas oleh media, macam Kompas hingga tribunnews.

Ya, Direktur Utama PT Waskita Toll Road (anak usaha PT Waskita Karya Tbk) Herwidiakto menyampaikan bahwa pembangunan tol ini kini masih terhambat oleh 6 bidang lahan yang belum dibebaskan yakni yang berada di Desa Rancawulu, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes. Salah satu dari enam bidang lahan dimaksud adalah “rumah di tengah tol” milik Darsiti binti Umar dan suaminya roji’n yang memiliki hak atas lahan seluas 721 meter persegi beserta empat bangunan di atasnya lengkap dengan sertifikat hak milik (SHM) yang berada di wilayah RT 03 RW 1 Desa Rancawulu, Kecamatan Bulakamba, Brebes Timur, Kabupaten Brebes  persis berada di tengah-tengah lintasan Tol Pejagan-Brebes Timur.

Tol pejagan-pemalang ini rancang-bangnnya terdiri dari empat seksi, yaitu :

  • Seksi I Pejagan-Brebes Barat sepanjang 14,20 kilometer,
  • Seksi II Brebes Barat-Brebes Timur sepanjang 6,00 kilometer,
  • Seksi III Brebes Timur-Tegal Timur sepanjang 10,40 kilometer, dan
  • Seksi IV Tegal Timur-Pemalang sepanjang 26,90 kilemeter.

Sementara ini Darsiti masih bersikukuh bahwa akan melepas tanah tersebut dengan harga 1,5 juta/meter dengan menghitung kerugian materiil yang bakal dibongkar. Sementara penawaran pengembang hingga pertemuan terakhir naik menjadi Rp 595.000 per meter persegi.

Ya semoga aja bisa ada win-win solution.

23 komentar pada “Rumah Ditengah Tol Pejagan-Pemalang Ini Jadi Begitu Fenomenal Di Era Mudik

  • jd org yoo harus bersyukur dkasi 595rb/ m2 lumayan byk tuh!!! toh tanah n harta g di bawa mati jg kok!!! mikirin harta ujung2 dipendam juga ditanah kuburan umum lek!!! kyk hidup selamax aj!!!

    Balas
    • wajar ibu itu menolak, org harga tanahnya dimainin sama pemborong ko. menurut kompas.com awal penawaran tanah itu cuma 150rb per meter, si ibu itu kekeh minta 1,5jt tp pemborong cuma 595rb.
      595rb x 721m cuma sekitar 4.28x.xxx. cuma 400an juta. bandingan dengan penghasilan dia. si ibu punya toko material dan sembako yg penghasilannya sehari 3jt jadi 400jt bagi dia mah gak ada apa”nya. org dia berdagang setahun aja bisa dapet 1 m an..

      Balas
    • Ngemeng mah gmpang,,bd orang bd pemikiran!!

      Balas
    • goblok amat lu tong.sekolah kagak.yang punya rumah punya hak atas tanah dan bangunanya,dia punya sertifikat lengkap.kl ditawar segitu y untung dipengembangnya.kamprett para pengembang ntu.banyak mafianya.

      Balas
  • Perasaan dulu pas sekolah diajarkan untuk mendahulukan kepentingan umum. Sekarang sudah nggak berlaku ya?

    Balas
    • Rumah mu dibongkar terus dijadikan WC umum milik pemerintah mau tod?

      Balas
      • kamret tos

        Crottt crotttttttt crottttt ahhhh

        Balas
    • ini satu lagi orang goblok..

      Balas
  • cybertronic

    Jangan di lepas buk, biarin aset ibu di kelilingi jalan tol, jadi aset berharga bgt itu, bikin bengkel sama mini market pasti laris XD

    Balas
  • Ibu ini minta bayaran diatas harga rata rata pemilik yang lain diluar kewajaran, minta dibayar jauh lebih mahal. Kelihatannya ada provokator yang manas manasin, biar nanti pengadilan yg memeutuskan kewajarannya. Kepentingan umum harus didahulukan.

    Balas
  • mantep nih….dibikin rest area aja bu…jgn dijual…
    toh rest area juga buat kepentingan bersama kan… 😀

    Balas
  • Bayar lah, kan keuntungnan dari jalan toll jauh lebih besar….

    Balas
  • Inilah yang bikin Indonesia nggak maju. Jangan cuma salahin pemerintah, pemerintah yang buruk adalah hasil pilihan kalian yang mengaku rakyat kecil. Egoisnya pejabat pemerintah adalah cerminan egoisnya kalian rakyat kecil, yang cuma bisa mikir untungnya sendiri.

    Coba pikir, kenapa warga lain sudah mau pindah? Memang pemerintah tidak boleh memaksa untuk membeli tanah itu, tapi pemilik tanah itu juga tidak bisa menolak jika akses rumahnya ditutup total.

    Balas
  • murah amat permeter cuman 595rb

    Balas
  • Tanah n bangunan yg menyebabkan si pemilik minta ganti rugi tinggi, secara kl 595/m ya murah amad, sekarang aja rata2 hrg kavling 1jt/m.

    Balas
  • Kepentingan umum memang harus didahulukan, tp hak pribadi jg gk boleh diabaikan.

    595/m terlalu murah utk negara se-kaya ini

    Balas
  • Kalo liat kyak gini tangan n kaki jadi gatel pengen nabrakin tu rumah. Untungnya saya lum punya mobil hehe.
    Para pejuang n pahlawan d indonesia ini akan malu mlihat polah tingkah penerusnya yg mmentingkan kpentingan pribadi dripada kpentingan umum. Ykin deh,kalo ada jiwa rela brkorban n niat cari pahala,tnpa uang pun akan dberikan demi kpentingan umum. PAHLAWAN AJA NGASIH NYAWANYA,NAH SEKARANG CM TANAH AJA GAK LU KASIH!!!!!!!!
    ISTIGHFAR BROW

    Balas
    • raden mas romi

      tol itu kepentingan umum orang berduit, kanan kiri untung, kencing aja bayar… hanya kentut yg gratis, bisa omong begitu karena anda tidak kena musibah ganti rugi, bagi teman2 terdampak tahu loh permainan kotor tim penyelenggara pembebasan tanah u kepentingan umum tersebut

      Balas
  • Memang kita hrs lebih mendahulukan kepentingan umum tapi biasanya soal pembebasan lahan yg kenyang calo tanahnya..

    Balas
  • Pingback: Bauc144

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.