News Oto

Antara Syari dan Safety Harus Ada Kompromi

Antara Syari dan Safety Harus Ada Kompromi
Antara Syari dan Safety Harus Ada Kompromi

Antara Syari dan Safety Harus Ada Kompromi. Ya, ini adalah antara fakta realita dan tuntutan dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia yang kebanyakan adalah muslim. Sebagai muslim, untuk para wanita atau muslimah memang dituntut untuk berpakaian secara Syari (Syar’i). Hanyasaja ketika di lapangan, pakaian Syari ini terkadang tidak disesuaikan dengan kondisi, sehingga berpotensi membahayakan diri sendiri atau orang lain.

Secara Syari tepat, secara Safety perlu di evaluasi

Ya, tepatnya pasti bahwa Antara Syari dan Safety Harus Ada Kompromi. Seperti foto di atas, secara Syari memang tepat cara berpakaian akhwat atau muslimah ini. Pakai kerudung panjang, menutupi bagian depan (maaf bagaian dada) dan bagian belakang (maaf bagian pantat). Hanyasaja kalau ditinjau dari sisi safety memang perlu dievaluasi sebagai berikut:

  • Bisah membahayakan diri sendiri, karena kerudun panjajngnya menutupi ban berpotensi terlilit ban, atau rante sehingga sangat membahayakan, Kasusunya sudah banyak terjadi, muslimah yang pake kerudung panjang, terlilit rante, kemudian terjadi kecelakaan, bahkan ada yang meninggal. Salah satunya adalah kasus yang ditulis James Bons dalam link berikut INI
  • Bisa membahayakan orang lain. Agan sekalian bisa melihat bahwa lampu rem belakang tertutup, ini jelas membahayakan orang lain, ketika mau ngerim lampu rem tak kelihatan, sehingga pengendara di belakangnya tak tahua apakah ia ngerem atau tidak. Selanjutnya lampe sein tak juga terlihat, sehinga pengendara di belakangnya tidak tahu apakah ia mau belok atau tidak. Belok kiri atau kanan. Semuanya tak jelas karena tertutup lampu.

Tinjauan Agama

Bcara Antara Syari dan Safety Harus Ada Kompromi,  safety riding tentu belum ada di zaman Rasulullah SAW karena memang zaman itu yang ada hanya onta, kuda, dan sebagainya. Boro-boro motor, speda aja belum ada. Nah, di sini karena belum ada zaman itu, ya pasti juga Rasulullah belum memberi fatwa atau menetapkan hukum yang ada hubungannya dengan hal itu. Nah para ulamak biasanya melakukan Ijtihad, Ijmak atau Qiyas dalam menetapkan hukum mengenai sesuatu hal yang dulu belum diatur oleh Qur’an ataupun Sunnah. Nah dalam hal Antara Syari dan Safety Harus Ada Kompromi utamanya masalah cara berkendara ini nampaknya kita perlu menqiaskan kejadian ini pada kejadian yang ada pada zaman Rasulullah. Kita cari benang merahnya lalu kita tarik dan tetapkan hukumnya.

Kata kunci dalam masalah ini adalah egois dan tidak memikirkan kepentingan orang lain. (Antara Syari dan Safety Harus Ada Kompromi) bahwa Rasulullah memang mewanti-wanti kita untuk tidak egois terlelu mementingkan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan orang lain. Bahkan hal ini disampaikan tentang sholat jamaah agar tidak bersikap egois dan tidak memperhatikan kemampuan dan kepentingan orang lain. Rasulullah bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِلنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ مِنْهُمْ الضَّعِيفَ وَالسَّقِيمَ وَالْكَبِيرَ وَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِنَفْسِهِ فَلْيُطَوِّلْ مَا شَاءَ

“Jika salah seorang dari kalian mengimami suatu jamaah shalat, maka ringankanlah shalatnya (tidak lama-lama), karena (mungkin) di antara jamaah ada orang yang lemah, orang yang sakit, orang yang sudah tua renta, dan orang yang mempunyai suatu urusan (yang harus diselesaikan secepatnya). Dan, jika salah seorang dari kalian shalat sendirian (tidak mengimami jamaah), maka panjangkanlah sekehendakmu.” (HR Bukhari dari Abu Hurairah)

TAKHRIJ
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya (2/199), no. 703 ; Imam Muslim dalam Shahih-nya (4/184), no. 467 dan ada tambahan ash shaghir (ada yang kecil).

Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata,

صَلَّى مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ الأَنْصَارِىُّ لأَصْحَابِهِ الْعِشَاءَ فَطَوَّلَ عَلَيْهِمْ فَانْصَرَفَ رَجُلٌ مِنَّا فَصَلَّى فَأُخْبِرَ مُعَاذٌ عَنْهُ فَقَالَ إِنَّهُ مُنَافِقٌ. فَلَمَّا بَلَغَ ذَلِكَ الرَّجُلَ دَخَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَخْبَرَهُ مَا قَالَ مُعَاذٌ فَقَالَ لَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « أَتُرِيدُ أَنْ تَكُونَ فَتَّانًا يَا مُعَاذُ إِذَا أَمَمْتَ النَّاسَ فَاقْرَأْ بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا. وَسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى. وَاقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ. وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى »

“Mu’adz bin Jabal Al-Anshari pernah memimpin shalat Isya. Ia pun memperpanjang bacaannya. Lantas ada seseorang di antara kami yang sengaja keluar dari jama’ah. Ia pun shalat sendirian. Mu’adz pun dikabarkan tentang keadaan orang tersebut. Mu’adz pun menyebutnya sebagai seorang munafik. Orang itu pun mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengabarkan pada beliau apa yang dikatakan oleh Mu’adz padanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menasehati Mu’adz, “Apakah engkau ingin membuat orang lari dari agama, wahai Mu’adz? Jika engkau mengimami orang-orang, bacalah surat Asy-Syams, Adh-Dhuha, Al-A’laa, Al-‘Alaq, atau Al-Lail.” (HR. Muslim no. 465)

Salah satu perbuatan yang dicela oleh Allah dan Rasul-Nya adalah egois. Yakni, mementingkan diri sendiri tanpa melihat orang lain di sekitarnya. Baik sifat egois ini dalam hubungan sosial dengan sesama manusia, maupun dalam ibadah. Nah kalau ibadah egosi dalam Shalat berjamaah diingatkan oleh Rasulullah, maka dalam kasus ini ibadah menggunakan pakain kerudung yang syar’i juga bisa diqiyaskan hukumnya dengan hal tersebut di atas. Yakni dengan shalat berjamaah.

Ketika menerapkan hukum pakaian syari ternyata bisa menyebabkan orang lain celaka, karena tak bisa melihat lampu sein, lampu rem dan sebagainya, maka hal ini bisa dikategorikan egois. Dan itu jelas dilarang nabi sesuai larang di atas tentang shalat jamaah yang memntingkan diri sendiri. Maka pasti Antara Syari dan Safety Harus Ada Kompromi.

Ya, shalat berjamaah itu perintah, tapi kan harus memperhatikan makmum, maka shalat jamaahnya tak usah terlalu panjang bacaannya, takut ada makmum yang lemah. Sama dalam berpakaian syari, kalau terlalu panjang menutup bagian tertentu dalam kendaraan yang menyebabkan celaka orang lain, maka ya harus diatur sedemikian rupa agar tak menutupi lat-alat berkendara seperti lampu sein dan lampu sein. Sekali lagi Antara Syari dan Safety Harus Ada Kompromi.

Selanjtunya, sekedar memposisikan kerudung panjang agar tidak menutup lampu sein kan tidak juga harus memendekkan kerudung kan gan. Cukup diatur posisi pakaian, entah di duduki atau di lipat dari arah yang menutupi sein dan lampu. Sehingga terjadi titik temu, terakomodasi keduanya, safety dan syari, maka Antara Syari dan Safety Harus Ada Kompromi.

9 komentar pada “Antara Syari dan Safety Harus Ada Kompromi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.